HARAPAN UNTUK REKTOR BARU


Pemilihan rektor baru Universitas Lambung Mangkurat periode 2009-2014 baru saja usai. Seperti diketahui, Prof Dr. Muhammad Ruslan menjadi suksesor kepemimpinan di Unlam setelah memperoleh suara tertinggi dalam pemilihan calon rektor Unlam yang dilakukan oleh senat universitas, 20 Mei silam.
Meski proses pemilihan berjalan relatif lancar, terpilihnya rektor baru Unlam juga sempat memunculkan riak-riak kontroversi. Penyebabnya tidak lain, terjadinya mismatch antara aspirasi civitas akademica Unlam (dosen, karyawan, mahasiswa) dengan keputusan akhir dari para anggota senat. Mungkin agak mirip dengan keputusan DPR kita yang sering bertolak belakang dengan harapan para konstituennya.
Tentu bukan saatnya bagi kita untuk menengok ke belakang. Bagaimanapun, keputusan sudah ditetapkan. Apalagi, seluruh kandidat hasil penjaringan sebenarnya relatif berhak dan layak untuk menduduki kursi Unlam-1, baik ditinjau dari aspek pengalaman maupun akademis.
Sebagai sebuah universitas tertua di Kalimantan, pencapaian yang diraih Unlam sebenarnya masih sangat jauh dari kata ideal. Banyak persoalan yang mesti diselesaikan oleh rektor terpilih nantinya. Melihat kompleksitas permasalahan yang ada, kita dapat membuat puluhan-bahkan mungkin ratusan list- masalah yang mesti dicarikan solusinya.
Beberapa diantaranya adalah bagaimana menumbuhkan atmosfer ilmiah akademis dikalangan civitas akademica Unlam. Kalau mau maju, kampus harus memiliki tradisi keilmuan yang kuat dan kondusif. Mesti ada program yang sistematis dan terukur agar minat keilmuan terutama dari mahasiswa dapat dikondisikan sedemikian rupa. Sebagai contoh, fihak birokrat kampus dapat membuat program optimalisasi fasilitas penunjang pembelajaran seperti modernisasi perpustakaan dan ekspansi Hotspot Area. Hal ini penting mengingat perkembangan Ipteks yang begitu pesat dan masif.
Sebagai pencetak calon agent of change, membekali mahasiswa dengan berbagai macam ilmu pengetahuan merupakan sebuah keniscayaan. Tapi itu belum cukup. Proses pendidikan yang baik tidak akan menghasilkan para ”buku berjalan” yang miskin kreatifitas dan apriori terhadap norma-norma yang ada. Disinilah pentingnya dukungan terhadap UKM-UKM terutama yang bergerak dibidang kerohanian (Islam ideologis). Cukup sudah nama kampus tercoreng akibat perilaku tak bermoral yang dilakukan sebagian alumnus, baik dimasyarakat maupun dipemerintahan. Ilmu pengetahuan bisa menjadi sesuatu yang membahayakan kalau tidak ada frame yang tepat.
Suka atau tidak suka, disengaja maupun tidak, status Badan Hukum Pendidikan yang segera disandang Unlam menjadikan biaya kuliah tambah mahal. Saat ini, program jalur mandiri terus digenjot untuk optimalisasi pembiayaan operasional kampus sebagai akibat penghapusan subsidi dari pemerintah pusat. Rektor baru mesti berfikir keras agar putra-putri banua tetap bisa mengenyam bangku PT tanpa khawatir ketiadaan biaya.
Tidak kalah penting, sebagai ujung tombak dari proses pelayanan, kondisi pegawai (teknis/administratif) yang ada di lingkungan Unlam juga mesti mendapat perhatian. Baik buruknya wajah unlam sedikit banyak tergantung dari para pegawai yang ada. Ketika ada permasalahan, mesti ada kearifan dari jajaran pimpinan. Bukan sikap emosi apalagi menyalahkan. Selain itu, rektor sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap para pegawai yang masih berstatus honorer. Bentuk perhatian tersebut misalnya dengan memastikan bahwa data mereka masuk pada database untuk pengangkatan CPNS. Wallahu’alam.