BERSIAPLAH PARA CALON GURU


Tingginya minat masyarakat terhadap profesi guru merupakan fenomena yang sangat menarik untuk dicermati. Selama beberapa tahun terakhir ini, ada peningkatan yang cukup berarti perihal jumlah peminat bidang keguruan di berbagai universitas, baik yang berstatus negeri maupun yang dikelola oleh swasta / yayasan. Fenomena ini sangat jelas terlihat di banua kita. Kalau dulu orang bangga kuliah untuk menjadi insinyur, maka sekarang kebanggaan itu sepertinya beralih kepada profesi guru dengan menyandang gelar sarjana pendidikan. Kalau dulu masyarakat tidak terlalu memiliki animo untuk manjadi guru karena income yang serba “cukup”, maka dimasa-masa yang akan datang hal tersebut hanya menjadi bagian cerita masa lalu. Dengan masih minimnya jumlah tenaga pendidik ditambah adanya berbagai fee dan tunjangan yang disediakan pemerintah, profesi guru telah menjadi profesi favorit bagi sebagian besar orang. Inilah rupanya yang menjadi stimulus efektif di tengahnya tingginya angka pengangguran dan minimnya lapangan kerja yang menghimpit bangsa kita.

Tingginya animo ini ditunjukkan oleh beberapa fakta di lapangan. Meski tidak merata untuk seluruh program studi yang ada, beberapa program studi tertentu telah mengalami overloaded dalam hal jumlah peminat. Sebagai contoh adalah program studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unlam yang pada tahun ajaran 2007/2008 ini hanya bisa menampung setengah dari total jumlah peminat. Dibukanya program mandiri yang pengelolaannya secara independent dilakukan oleh fakultas, tidak serta merta dapat menampung seluruh peminat yang ada. Hal ini juga dialami oleh program studi yang selama ini memang berstatus favorit karena masih langkanya tenaga pengajar dibidang tersebut, semisal pendidikan matematika, pendidikan geografi, dsb. Fenomena tersebut juga terjadi pada sekolah tinggi yang dikelola oleh yayasan seperti Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) PGRI.

Patut diingat, profesi tenaga pengajar nantinya akan memikul tanggungjawab yang tidak ringan. Selain harus melakukan proses belajar mengajar secara komprehensif (dari penyiapan, pelaksanaan, sampai evaluasi), mereka juga mesti melakukan berbagai aktifitas lain yang terkait dengan profesi keguruan secara profesional Mengingat guru merupakan profesi khusus yang diakui kompetensinya, sebagaimana dokter, perawat, dsb.

Sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan, saat ini tenaga pengajar diberikan wewenang yang lebih dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Kurikulum pun dirancang sedemikian rupa agar para guru lebih mampu berimprovisasi dalam proses pembelajaran. Pertanyaannya, siapkah para guru dan calon guru kita untuk memasuki era tersebut ? Karena harus diakui, mayoritas tenaga pengajar belum sepenuhnya bisa merubah paradigma pengajaran konvensional yang selama ini telah berurat akar.

Selain itu, di tengah kondisi zaman yang semakin modern dengan dinamika kehidupan yang semakin kompleks, tentu bukanlah hal yang mudah untuk menghasilkan anak didik yang berkualitas, baik secara keilmuan maupun kepribadian. Beragam tantangan akan siap menghadang.

Meski begitu, peran guru –sebagai ujung tombak keberhasilan proses belajar mengajar karena ia yang langsung berhadapan dengan anak didik- tetap merupakan kartu AS keberhasilan proses pembelajaran di sekolah-sekolah. Terbukti dengan masih adanya segelintir guru yang memiliki prestasi membanggakan di tengah karut marutnya sistem pendidikan nasional kita.

Pesan Untuk Para Calon Guru

Tantangan yang sedemikian besar bagi para guru dan terutama calon guru mengharuskan mereka untuk melakukan persiapan maksimal agar tujuan proses pembelajaran bisa tercapai.

Sebagai seorang mahasiswa keguruan yang nantinya akan berprofesi sebagai tenaga pengajar, sudah sewajarnya memiliki bekal yang cukup untuk memberikan pendidikan yang berkualitas kepada para anak didik. Kompetensi dan kualitas yang prima merupakan harga mati yang mesti dipenuhi oleh seluruh mahasiswa keguruan. Karena bagaimanapun, SDM yang handal hanya bisa dihasilkan dari para guru yang berkualitas.

Guru adalah profesi yang sangat mulia. Ditangannya lah nasib bangsa ini ditentukan. Guru yang baik akan senantiasa memberikan pengetahuan, bimbingan, motivasi, dan arahan yang positif bagi kemajuan anak didiknya. Ia akan akan menggunakan berbagai cara dan sarana yang memungkinkan semua tujuan tersebut dapat tercapai. Semuanya ia lakukan semata-mata dilandasi oleh semangat pengabdian yang tulus. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberikan manfaat bagi sesamanya ?

Ada beberapa hal yang dapat dapat dilakukan agar nantinya kita dapat menjadi tenaga pengajar yang berhasil, antara lain :
1. Mendalami pengetahuan didaktik (metodologi belajar mengajar). Dimasa yang akan datang, tenaga pengajar diberikan wewenang yang luas dalam membuat metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan para anak didiknya. Guru harus memiliki kreatifitas dalam pembelajaran agar pengetahuan yang disampaikan dapat diserap secara maksimal oleh setiap peserta didik.
2. Mendalami pengetahuan yang berkaitan dengan bidang studinya. Pengetahuan senantiasa berkembang dan dinamis. Agar tidak ketinggalan, banyak banyak lah membaca dan mengikuti perkembangan informasi dari berbagai media yang ada. Profesionalitas seorang guru banyak ditentukan oleh sejauh mana tingkat kompetensi guru yang bersangkutan terhadap mata pelajaran yang diasuhnya.
3. Menguasai teknologi informasi. Dimasa persaingan yang semakin mengglobal, tentunya tidak lucu kalau tenaga pengajar masa depan gagap dengan teknologi informasi. Komputerisasi dan digitalisasi telah merambah keseluruh aspek kehidupan kita. Bahkan, proses pembelajaran tidak jarang memanfaatkan media teknologi informasi, semacam teleconference. Selain itu, beragam informasi penting dapat diakses lewat teknologi informasi yang tersedia, semisal internet.
4. Yang tidak kalah penting, para calon guru harus memiliki akhlak yang baik. Mendidik bukan hanya mentransfer ilmu dan keterampilan, tapi juga memberikan contoh dan teladan. Membentuk kepribadian anak didik agar mereka siap dengan berbagai dinamika kehidupan. Kecerdasan intelektual mesti berdampingan dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan transendental.


*) Pernah dipublikasikan pada rubrik Opini Harian Mata Banua, Edisi 29 Desember 2007.