ISU TERORISME MENJELANG KEDATANGAN OBAMA


Barack Obama rencananya akan datang ke Indonesia. Jika tidak ada perubahan sekitar tanggal 20-22 Maret 2010 ini. Pemerintah Indonesia kini disibukkan dengan persiapan penyambutan Presiden AS tersebut. Segenap personel keamanan baik TNI maupun kepolisian dikerahkan untuk menjaga keamanan Obama dan keluarga. Bersamaan dengan akan datangnya Obama ini, isu terorisme di Indonesia kembali mencuat . padahal isu terorisme itu telah lama tenggelam namun sekarang muncul lagi.
Ada beberapa kejanggalan dibalik mencuatnya isu terorisme tersebut, antara lain orang-orang yang diduga teroris setelah di gerebek selalu ditembak mati, kenapa tidak ditangkap hidup-hidup agar bisa di minta keterangan yang sebenarnya dari mereka. Dari setiap penggerebekan/penembakan mati mereka-mereka yang diduka teroris, polisi dan media begitu cepat menyimpulkan dan memberi keterangan ke publik bahwa mereka yang diduga teroris tersebut terkait dengan jaringan tertentu seperti gerakan jamaah Islamiyah. Masyarakat juga seolah “di paksa’ menerima opini publik yang diciptakan media melalui keterangan polisi yang mengatakan teroris sering diidentikkan dengan orang Islam dan simbol-simbol Islam seperti mereka yang pernah ikut berjihad misalnya ke Afganistan, alumni pesantren, pria berjenggot, wanita bercadar, dsb. Isu terorisme kali ini awalnya muncul di Aceh, ada sesuatu yang janggal, karena dalam kamus sejarah Aceh tidak pernah mengenal dan tidak ada teroris sehingga sangat tidak rasional jika ada teroris yang muncul di Provinsi Aceh, bisa jadi ini kerjaan orang-orang yang tidak menginginkan Aceh tetap damai.
Selain terdapat kejanggalan, isu terorisme kali ini terkesan dipaksakan. Ini bisa kita lihat dari hal-hal berikut; isu terorisme ini muncul saat antiklimak kasus skandal Bank Century yang menghasilkan keputusan dari sidang paripurna DPR bahwa bailout Century bermasalah; isu ini muncul jelang kedatangan Obama ke Indonesia, dan dengan isu terorisme ini seolah pemerintah ingin menunjukkan kembali kepada AS mengenai perhatian dan komitmen terhadap kasus-kasus terorisme. Selain itu, proyek kontra-terorisme menjadi salah satu prioritas 100 hari program kerja pemerintahan SBY, dalam 100 hari itu diharapkan bisa dirumuskan penanganan terorisme ini dan implementasinya tentu membutuhkan waktu lebih dari 100 hari. Hal ini menjadi salah satu substansi dari pertemuan National Summit di Jakarta pada 29-31 Oktober 2009 lalu. Karena itu ketika presiden SBY memimpin rapat terbatas bidang politik, hukum dan keamanan (Polhukam), pemberantasan terorisme tetap menjadi agenda SBY dalam penegakan hukum dan HAM.. Komitmen terorisme juga menjadi kesepakatan dan pembicaraan antara Obama dan SBY saat pertemuan terbatas di Singapura dan saat kunjungan Obama ke Indonesia akan kembali menjadi substansi dan komitmen kedua belah pihak Indonesia-AS.

Perang Pemikiran (Ideologi) dalam Isu terorisme
Terorisme menurut pengertian bahasa adalah menciptakan ketakutan atau membuat kegentaran dan kengerian. Namun sebagai istilah, terorisme memiliki makna baru. Dinas Intelegen Amerika dan Inggris dalam sebuah seminar untuk membahas makna terorisme (1979) telah bersepakat bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk melawan kepentingan sipil guna mewujudkan target politis. Dengan definisi ini maka tidak diragukan lagi serangan AS ke Afganistan dan Irak adalah tindakan terorisme Negara. Demikian pula, Israel juga teroris negara yang selalu menebar terror di negara-negara Arab khususnya Palestina. Tapi mengapa Amerika Serikat yang terkategori sang teroris justru mempelopori perang melawan terorisme?Mengapa juga AS sibuk menuduh gerakan Islam seperti Al-Qaeda atau Jamaah Islamiyah sebagai teroris?
Sekretaris Menteri Pertahanan AS Paul Wolfowitz (2002), mengatakan “Saat ini, kita sedang bertempur dalam perang melawan terror - perang yang akan kita menangkan. Perang yang lebih besar yang kita hadapi adalah perang pemikiran-jelas suatu tantangan, tetapi sesuatu yang juga harus kita menangkan.” Mantan menlu AS Condoleezza Rice juga pernah mengatakan, “Kemenangan sebenarnya tidak akan muncul hanya karena teroris dikalahkan dengan kekerasan, tetapi karena ideologi kematian dan kebencian (baca: Islam) dikalahkan.
Tegaknya kembali kekuasaan Islam (Negara Khilafah) merupakan awal bencana bagi AS dan sekutunya. Kepentingan nasional AS, baik keamanan nasional maupun kemakmuran domestiknya akan sangat terancam dengan tegaknya khilafah. (Akilnov,Kevin ”Perang pemikiran: AS vs Islamist”. Mei 2005). Oleh karena itu salah satu prioritas utama AS adalah memerangi Islam ideologis yaitu Islam sebagai ideologi yang diterapkan negara. Perang ini dilakukan AS di setiap front; baik militer, ekonomi, sosial-budaya, dan politik.
Dalam front politik, AS memerangi Islam ideologis dengan menggunakan isu ‘ perang melawan terorisme’. Tujuan AS untuk memerangi Islam ideologis adalah agar kebijakannya menjadi kebijakan publik yang ditegakkan di negeri-negeri Muslim. Maka tidak heran jika setiap kebijakan AS lebih khusus lagi ‘perang melawan terorisme’ wajib diterapkan oleh seluruh penguasa di dunia termasuk penguasa negeri-negeri Muslim seperti Indonesia.
Dari sini, sangat memungkinkan, isu terorisme dapat ‘dipaksakan’ ada relevansinya dengan Islam dan kelompok-kelompok yang mengusung syariat Islam. Padahal sesungguhnya yang dilakukan adalah memusuhi Islam dan pengemban Islam ideologis yang memperjuangkan syariat Islam. Umat akan di jadikan sasaran dan di adu domba. Hal ini sengaja ditampilkan musuh-musuh Islam untuk membuat citra Islam semakin buruk serta memecah belah umat dengan membuat dikotomi gerakan-gerakan Islam seperti Islam fundamentalis, fanatisme, radikal, dan sebagainya.
Umat Islam di Indonesia harus memahami dan waspada bahwa dibalik isu terorisme terdapat upaya mendiskreditkan Islam dan umatnya. Hal ini dapat di lihat dari beberapa faktor antara lain : Pertama, terorisme merupakan isu dan menjadi proyek global AS pasca peristiwa peledakan WTC dan untuk melakukan penjajahan di negeri-negeri kaum muslimin termasuk Indonesia yang memiliki potensi strategis untuk kepentingan kapitalis global. Kedua, Indonesia bagian dari dunia Islam yang memiliki nilai strategis dari berbagai aspek baik demografi maupun SDA dan geopolitik dikawasan Asia Pasifik maupun di dunia Islam. Indonesia menjadi salah satu basis perang melawan terorisme, yang dengan tegas menempatkan Islam dan kaum muslim sebagai sasaran, wajar yang menjadi korban dari isu terorisme adalah kaum muslim karena memiliki potensi ancaman terhadap eksistensi kapitalisme global yang di usung AS dan ini adalah target AS. Ketiga, isu terorisme di dunia Islam khususnya Indonesia terbukti mampu menciptakan keterbelahan di antara kaum muslimin. Umat Islam di adu domba dengan katagori-katagori serta pengelompokan, Islam moderat-fundamentalis, moderat-radikal, liberal-fundamentalis, dsb. Keempat, isu terorisme akan terus diusung dan menjadi perhatian penguasa negeri ini sampai target pembungkaman seluruh komponen Islam yang dianggap mengancam eksistensi sekularisasi dan liberalisasi betul-betul bisa dibungkam. Kelima, isu terorisme terbukti menguntungkan pihak-pihak tertentu keluar dari problem politik “century gate” dan delegitimasi kekuasaan yang ada serta menjadi alasan Indonesia meminta kembali kerja sama militer dengan AS karena telah menunjukkan komitmennya terkait penanganan dan pemberantasan terorisme. Keenam, isu terorisme hakikatnya salah satu strategi penjajahan AS untuk terus bertahan di dunia Islam. Tentu dengan bantuan dan loyalitas dari penguasa-penguasa negeri kaum muslimin yang berkhianat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW dan umat Islam. Terbukti Islam dan kaum muslimin menjadi korban.
Umat Islam termasuk gerakan Islam perlu introspeksi terkait jalan dan metode perjuangannya, sudah sesuaikah dengan metode yang dijalankan Rasulullah atau tidak. Jika yang dikehendaki adalah tegaknya syariat Islam di muka bumi ini. Karena tindakan “teroris” bukanlah jalan yang dituntunkan Rasulullah SAW untuk menegakkan syariat dan Khilafah Islam. Karena metode kekerasan dan teror akan menjadi bumerang terhadap perjuangan Islam dan nasib umat Islam.
Strategi AS ‘perang melawan terorisme’ bagaikan pedang bermata ganda. Isu terorisme ini dapat menggentarkan para pengemban Islam ideologis dan masyarakat sehingga mereka meresponnya dengan menarik diri dari Islam politik (ideologis). Ini berarti kemenangan bagi AS. Sebaliknya, isu terorisme ini juga dapat mengundang respon dari para pengemban Islam ideologis untuk lebih aktif dalam mendidik/mencerdaskan masyarakat dengan ideologi Islam. Jika respon terakhir ini diambil oleh para pengemban Islam ideologis, maka pemahaman masyarakat tentang Islam politik (ideologi Islam) akan semakin meningkat sehingga potensi tegaknya Negara khilafah akan semakin besar. Hanyalah dengan Negara khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah, yang mampu melindungi Islam dan ummat Islam serta negeri-negeri Muslim dari hegemoni/penjajahan dari kaum kafir Barat (AS dan sekutunya).

Wallahu a’lam bi ash-shawab.


(Penulis: Faridah Afifah, SPd; Guru SMP di Batola dan Aktivis Muslimah HTI)