INDONESIA MAMPU MEMBANGUN TANPA PAJAK


Seandainya negara kita tidak menerapkan pajak, maka Negara akan pincang karena lebih besar pengeluaran dari pada pemasukan. Kesimpulan ini saya ambil dari tulisan Bapak Muhith Harahap, SH MH yang berjudul Negara Tanpa Pajak, Mungkinkah? Di rubrik opini Banjarmasin Post, 31 Desember 2009.
Saya teringat dengan iklan layanan masyarakat “ Pembanguan jalan, sarana pendidikan, kesehatan, listrik dan lain-lain dibiayai dari pajak”, begitu kurang lebih bunyi iklannya. Kalau tidak dengan pajak, bagaimana pembangunan bisa berjalan?dari mana biaya pembangunan ini? Mungkinkah pembangunan tanpa pajak? Jawabannya :SANGAT MUNGKIN, kita membangun Negara kita tanpa pajak. Tulisan ini tak bermaksud mengajak rakyat Indonesia untuk tidak membayar pajak, namun mengajak kita semua berpikir mencari solusi yang benar dan tepat terhadap persoalan pembiayaan pembangunan bangsa ini.
Dalam pembangunan pajak dianggap sebagai salah satu bentuk partisipasi rakyat dalam pembangunan bangsa.. Bahkan pajak merupakan sumber pendapatan terbesar dalam APBN. Dalam APBN 2010 pemerintah menargetkan pendapatan Negara sebesar Rp 949,7 triliun. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, jumlah pendapatan itu berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 742,7 triliun. penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebanyak Rp 205,4 triliun. Penerimaan dari hibah sebanyak Rp 1.506,8 miliar. Artinya hampir 70% sumber APBN berasal dari pajak. Selain dari pajak sumber APBN kita juga berasal dari utang Data Departemen Keuangan, utang pemerintah Indonesia kini mencapai Rp 972,253 triliun untuk obligasi dan 65,73 miliar dolar AS utang luar negeri. Sementara itu nilai pembayaran utang (cicilan pokok dan bunganya) yang dianggarkan dalam APBN perubahan 2009 mencapai Rp 172,2 triliun (sebagiannya juga diambil dari pajak)
Mengapa sumber pendapatan Negara kita terbesar berasal dari utang pajak? Padahal Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan sumber daya alam, berupa hutan, hasil laut, bahan tambang (migas dan non migas), dan lain-lain. Kenapa kekayaan yang melimpah ini tidak mampu membiayai pembangunan? Dan tidak membuat rakyatnya sejahtera?Ada apa dengan kekayaan alam kita?
Berikut ini sebagai gambaran kekayaan Indonesia yang bisa di optimalkan pemerintahan sebagai sumber pendapat Negara adalah:
Kekayaan alam di Kalimantan Selatan saja, produksi batu bara pada tahun 2004 mencapai 45.032.100 m3 ton dengan peningkatan mencapai 7% dari tahun 2003 yang hanya mencapai 41.344.695 m³ ton, sedangkan produksi minyak mentah 394.976.000 ton dan produksi gas alam sebanyak 23.240,50 ton.
Potensi tambang di Kalimantan Selatan dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu: tambang golongan A, tambang golongan B, dan tambang golongan C. Kelompok tambang golongan A antara lain terdiri dari batubara dengan potensi cadangan sebanyak 5,6 miliar ton, Minyak bumi dengan potensi cadangan sebanyak 101.974.400 m³, dan biji nikel dengan potensi cadangan sebesar 42.242.000 ton. Kelompok tambang golongan B antara lain terdiri dari biji besi dengan potensi cadangangan sebanyak 194.817.800 ton, biji mas dengan potensi cadangan sebanyak 23.227.517 ton, krikil berintan dengan potensi cadangan sebanyak 23.154.000 ton. Kelompok tambang golongan C antara lain terdiri dari batu gamping dengan potensi cadangan sebanyak 10.291.116.760 ton, marmer dengan potensi cadangan sebanyak 1.236.097.000 m³ , kaolin dengan potensi cadangan sebanyak 194.187.800 ton
Indonesia juga penghasi dan pengekspor terbesar kayu lapis (plywood), yaitu sekitar 80% di pasar dunia. Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20% dari suplai seluruh dunia) juga produsen timah terbesar kedua.
Kilang LNG Arun (Aceh) memiliki cadangan 17,1 triliun kubik gas dengan kapasitas produksi 220 kargo atau 6,5 juta ton pertahun, Blok Cepu, memiliki cadangan minyak 781 juta barel (versi Exxon mobil). Produksi puncak 165 ribu barel perhari, dengan potensi pendapatan (kotor) US$ 700 juta – 1,2 miliar pertahun. Tambang Emas (Papua) yang di kuasai PT. Freeport (81,28%); memiliki cadangan emas terbesar kedua di dunia, 86,2 juta ons emas; 32,2 juta ton tembaga; 154,9 juta ons perak. Total pendapatan Freeport : US$ 2,3 miliar (2004), US$ 4,2 miliar(2005). Setoran ke pemerintah US$ 308 juta (2004) dan US$ 1,16 miliar (2005) Tambang emas dan tembaga (Nusa Tenggara) , pemilik terbesar Newmont Indonesia Ltd (45%); memiliki cadangan 11,9 juta ons emas dan 10,6 juta ton tembaga. Tambang emas di Minahasa,pemilik terbesar Newmont Mining Corp (80%); memiliki cadangan 2 juta ons emas. Kontrak Blok gas Tangguh yang berpotensi merugikan Negara 750 triliun (25 tahun) diberikan ke Cina
Sayangnya, justru yang terjadi adalah banyak kekayaan alam (hasil hutan, minyak bumi, barang tambang,dll) yang sejatinya milik rakyat itu diserahkan begitu saja kepada pihak swasta bahkan swasta asing atas nama swastanisasi dan privatisasi yang berdalih investasi . Kalau kita meneliti lebih dalam lagi ada kekeliruan dalam pengelolaan Negara ini. Misalnya, untuk mengelola sumber daya alam pemerintah membuka begitu lebar pintu masuk investor asing, contohnya di sector pertambangan. Perusahaan pertambangan terkaya versi Forbes 500, sebagian besar beroperasi di Indonesia. Perusahaan itu yakni Exxon Mobil pendapatan 390.3 billion dolar AS/tahun; Shell (355.8 billion dolar AS/tahun); British Petrolium 292 billion dolar AS/tahun); Total S.A (217.6 billion dolar AS/tahun); Chevron Corp (214.1 billion dolar AS/tahun); Saudi Aramco (197.9 billion dolar AS/tahun); dan ConocoPhillips (187.4 billion dolar AS/tahun).
Perusahaan pertambangan itu diperkirakan mengelola kekayaan alam Indonesia dengan nilai 1.655 miliar dolar AS atau sekitar 17.000 triliun/tahun. Jumlah itu 17 kali lipat dari APBN Indonesia tahun 2009 yang hanya mencapai Rp 1.037 triliun.
Seandainya semua potensi sumber daya alam milik umum ini dikelola Negara tidak diserahkan kepada swasta sebagaimana dalam sistem ekonomi Islam maka pendapatan negara akan sangat mampu mencukupi pembiayaan pembangunan sehingga pemerintah tidak perlu berutang dan memungut pajak dari rakyat. Bayangkan juga seandainya pendapatan perusahaan pertambanagn yang nilainya sekitar 17.000 triliun/tahun menjadi milik Negara, sangat mungkin sekali kita membangun tanpa pajak. Lebih-lebih jika Negara ini di kelola oleh pemerintah yang amanah dengan menerapkan sistem kehidupan yang berasal dari Sang Pencipta Kehidupan (Allah SWT) yakni sistem Islam maka Indonesia yang sejahtera adil dan makmur akan dapat kita capai. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
(Penulis: Faridah Afifah, SPd; Guru di SMP di Batola dan Aktivis Muslimah HTI)