MEWASPADAI ISU TERORISME


Jakarta kembali digoncang bom, jumat 17 juli 2009 lalu telah terjadi ledakan bom di hotel JW. Marriott dan Ritz Cariton, Jakarta. Seperti biasa pers barat segera menuding kelompok islam di balik isu tersebut.Isu bom selalu di ikuti oleh bola liar yang nyata tidak ada hubungan sama sekali. Seperti pengkaitan terorisme dengan perjuangan syariah dan khilafah dengan menganggapnya sebagai ideology kekerasan.
Selain itu isu terorisme kerapkali juga digunakan untuk mendistorsi makna jihad dalam pengertian perang, seakan-akan jihad adalah kejahatan. Padahal sangat jelas dalam islam jihad bukanlah kejahatan tapi kewajiban yang mulia.tentu amal jihad harus mengikuti syarat,rukun serta ketentuan-ketentuan syariah. Jadi tidak relevansi atau korelasi antara perjuangan penerapan syariah dan khilafah dengan terorisme. Bahkan terorisme sangat kontraproduktif terhadap segala upaya perjuangan penerapan syariah islam dan khilafah dengan segala variannya. Bahkan, terorisme kontraproduktif terhadap islam islam itu sendiri dan seluruh kaum muslimin. Jika yang di untungkan bukan islam,lalu siapa otak sebenarnya dari terorisme tersebut?
Artinya sangat memungkinkan berbagai terror bom di Indonesia ditunggangi oleh kepentingan negara imperialis.Tentu saja baik langsung ataupun tidak.Apalagi ledakan bomyang terjadi di Indonesia justru dijadikan AS dan sekutunya sebagai alatuntuk menginterfensi atas nama kerjasama perang melawan terorisme. Inilah yang disebut dengan stigmatisasi negative sekaligus juga generalisasi.
Coba kita amati, semakin banyak bom di Indonesia, ini semakin aneh. Mengapa? Kalau kita menggunakan analisis hubungan antara aksi dan motivasi, semakin banyak bom yang meledak, semakin tampak ketidaknyambungan antara motivasi dan aksi itu.
Mengapa bisa tidak nyambung antara motivasi dan aksi? Berarti ini memang ada operasi intelijen yang ingin mencitraburukan islam atau aktivis islam dan membuat stigma negatif bahwa indonesia adalah sarang teroris. Teroris itu aktivis islam dengan penampilan yang disebut oleh pangdam Diponegoro tersebut, pakai jenggot, celana di atas mata kaki, yang perempuannya mengenakan cadar. Stigma lain juga bahwa pelakunya adalah kelompok fundamentalis yang berhubungan dengan pesantren. Stigma semacam itu sekarang sudah terjadi. Bahwa indonesia memang adalah benar sarang teroris. Buktinya banyak sekali pemboman, dan pelakunya adalah orang-orang semacam imam samudra dkk yang aktivis islam.
Tokoh-tokoh yang selama ini di tuduh sebagai dalang aksi terorisme di indonesia sebenarnya masih belum begitu jelas pula. Pengamat intelijen Wawan purwanto membuat kesaksian yang mengejutkan dalam bukunya yang berjudul ”Terorisme Undercover” membeberkan Nordin dan Dr.Azhari hanyalah pelaku lapangan yang dibayar, hal tersebut membuktikan adanya keterlibatan asing dalam terorisme di indonesia.pakar intelijen AC Manullang, yang juga mantan Direktur Badan KoordinasIntelijen Negara(BAKIN) pun berpendapat selama ini Noor Din hanya dipakai oleh kekuatan asing untuk menjelek-jelekan islam dan terorisme adalah bagian dari kegiatan intelijen.
Keberadaan Densus 88 yang dianggap independen pun masih dipertanyakan meski sering dibantah oleh sumber resmi kepolisian, namun informasi bahwa Densus 88 didanai AS sangat sulit dibantah. Dana AS yang mengalir kepada polri untuk mendirikan Densus 88 sangat besar, dan setiap tahunnya mengalami peningkatan


Propaganda Anti Islam dibalik Perang Melawan Terorisme
Departemen pertahanan keamanan AS memandang bahwa keterlibatan AS dalam peperangan tidaklah hanya dimedan pertempuran sesungguhnya, namun juga dalam kancah perang ide/pemikiran. Dokumen RAND Corporatian 2006 bertajuk Building Moderate Muslim Networks menyebutkan kemenangan As yang tertinggi hanya bisa dicapai ketika ideologi islam (yang As menyebut sebagai ideologi para ekstrimis) didiskredikan dalam pandangan mayoritas penduduk di tempat tinggal mereka dan di hadapan kelompok yang diam-diam menjadi pendukungnya.Strategi politik As untuk menguasai indonesia adalah dengan strategi menghidupkan kultur moderat yang kuat dinegeri ini. Dengan cara ini diharapkan akan muncul perlawanan terhadap islam ideologi dan menguatkan dukungan terhadap berbagai kebijakan Amerika.
Strategi umum untuk membangun jaringan Muslim Moderat dilancarkan melalui 4 langkah yaitu pendidikan demokrasi, kesetaraan gender, advokasi kebijakan, dan media.Upaya yang dilakukan untuk membangun Jaringan Muslim Moderat dengan media, salah satunya adalah dengan stigmatisasi islam dengan isu terorisme. Perlu kita sadari bahwa AS memegang kontrol media dan piawai dalam mendramatisasi sebuah informasi. Sekecil apapun peristiwa yang berbau terror, apalagi mengatasnamakan atau membawasimbol islam - terlepas peristiwa tersebut hasil rekayasa ataukah tidak- media kemudian mengeksposnya secara dramatis.
Penyesatan opini dalam berbagai bentuknya, sesungguhnya merupakan bagian dari sebuah propaganda.Propaganda merupakan salah satu metode standar yang digunakan negara untuk mengamankan, memelihara, dan menerapkan power (kekuasaan) dalam rangka memajukan kepentingan nasionalnya.propaganda bisa dilikukan secara sistematis untuk mendapat kemanfaatan jangka pendek atau bisa juga kemanfaatan jangka panjang. Untuk jangka pendek misalnya, melegalisasi serangan ke sebuah negara dan menjatuhkan sebuah rezim atau pemerintahan di sebuah negara.
Propaganda bisa dilakukan juga untuk kepentingan jangka panjang. Propaganda seperti ini biasanya lebih bersinggungan dengan nilai-nilai ideologis yang ingin disebarkan di pihak lawan atau sebaliknya, menanamkan ’citre jelek’ terhadap nilai-nilai ideologis yang dianut oleh negara musuh.Tipe propaganda seperti ini bisa lebih membutuhkan waktu yang panjang, namun secara sistematis dan kontinu terus dilakukan. Sebagai contoh, bagaimana As dengan gencar menyebarkan nilai-nilai ideologisnya sepeti sekularisme,demokrasi,HAM, kebebasan, dan pasar bebas. Sesunguhnya ini merupakan propaganda jangka panjang AS. Tujuannya jelas, yakni untuk kepentingan AS sendiri sebaliknya, AS membuat citra jelek terhadap lawan ideologinya seperti tuduhan teroris ekstrimis,konservatif, dan pencitraan jelek lainnya. Metode utama propaganda jangka panjang ini yang dilakukan oleh AS adalah disinformasi, yakni melakukan penyesatan opini. Inilah yang sekarang ini sedang dilakukan oleh AS kepada musuh utama ideologisnya, yakni islam.
Kepentingan politik AS tergambar dari upayanya untuk menancapkan hegemoninya atas dunia, termasuk indonesia.Setelah perang dingin antara kapitalisme dan komunisme usai, Amerika sebagai vionir dari kapitalisme mencari musuh baru, yaitu islam. Inilah yang sedang terjadi saat ini. Kenapa harus di Indonesia? Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas islam merupakan potensi dan sekaligus bahaya besar untuk kapitalisme. Karena itulah, mereka melemahkan semua potensi yang akan menghambat kapitalisme.
Oleh karena itu kita bangsa Indonesia lebih-lebih umat Islam harus memahami bahwa di balik isu terorisme adalah upaya menyudutkan Islam dan melemahkan kaum muslimin. Di samping itu juga upaya menghalangi dakwah dan kebangkitan Islam.Ini bisa di lihat dari setelah terjadi pemboman tersebut dan penangkapan para pelakunya, mereka yang di tuduh pelaku tersebut selalu di kaitkan dengan istilah islam, gerakan Jamaah Islamiyah, jebolan pesantren, istrinya berjilbab, dll. Jadi dengan kata lain di balik isu terorisme adalah upaya menancapkan hegemoni Barat (AS) atas dunia Islam termasuk Indonesia.

Rosita, A.Md
(*Pemerhati Masalah Terorisme, tinggal di Batola)