ULAMA MEMPERJUANGKAN KHILAFAH


Kurang lebih 7 ribu ulama, ustadz, dan kyai berkumpul bersama di Istora Gelora Bung Karno Jakarta pada Selasa (21/7), bertepatan 28 Rajab 1430 H. Mereka datang dari berbagai penjuru nusantara, dari Aceh sampai Papua. Hadir pula ulama-ulama ternama dari berbagai negara seperti India, Bangladesh, Pakistan, Asia Tengah, Turki, Mesir, Yaman, Lebanon, Palestina, Syam, Sudan, dan Inggris. Tentu, berkumpulnya para pemuka umat Islam tersebut bukannya tanpa tujuan, karena sesungguhnya telah banyak waktu yang dikorbankan, tidak sedikit pula tenaga bahkan materi yang harus dikeluarkan.
Kehadiran para pemuka umat tersebut untuk turut serta berpartisipasi sekaligus sebagai saksi sebuah momen bersejarah yang menjadi tonggak penting penegakan syariah dalam bingkai sistem pemerintahan yang diwariskan oleh Rasululullah, yaitu Khilafah ’Ala min hajin nubuwwah. Dengan tajuk acara Muktamar Ulama Nasional (MUN) yang difasilitasi oleh Hizbut Tahrir Indonesia, ribuan ulama dari berbagai daerah, dan juga mancanegara, mengikrarkan diri untuk menjadi garda terdepan dalam upaya mengembalikan kemuliaan Islam dan kaum muslim dengan tegaknya Khilafah. Mereka juga siap menjadi pembela para pejuang penegak Khilafah.
Gelora semangat dari seluruh peserta sangat terasa sepanjang acara muktamar berlangsung. Acara yang dibuka dengan memperdengarkan sambutan dari Pimpinan (amir) Hizbut Tahrir, al-‘Alim Abu Rasytah, dipenuhi oleh pekikan ”Allahuakbar.!”, ”Khilafah, Khilafah, Khilafah..! dari seluruh muktamirin. Dalam sambutannya Syeikh ’Atha mengutip firman Allah dalam surat Fathir ayat 28 yang menyatakan bahwa hanya ulama-lah yang takut kepada Allah. Ulama adalah pewaris para Nabi, sehingga masa depan apa yang ditinggalkan oleh Nabi SAW tergantung pada ulama.
“Sesungguhnya tegaknya Khilafah bukan sekadar persoalan utama yang hanya menjamin kemuliaan kaum Muslim dan rahasia kekuatannya saja. Tetapi itu juga merupakan yang pertama dan terakhir dari berbagai kewajiban yang lain,” Demikian Syeikh ’Atha.
Pelaksanaan muktamar ulama nasional kali ini bertepatan dengan momentum Isra’ Mi’raj 1430 H, serta peringatan 88 tahun runtuhnya Kekhilafahan Islam Turki Utsmani.
Ustad Sidiq Al Jawi dari Indonesia, sebagai pembicara pertama mengawalinya dengan mengungkap berbagai intervensi asing di Indonesia di segala bidang kehidupan. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam ternyata penduduknya banyak yang miskin. Menurutnya, ini terjadi karena Indonesia menerapkan ideologi yang salah sejak merdeka hingga kini.”Solusinya jelas yakni dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah Islam,” katanya.
Para ulama luar negeri dalam muktamar yang menggunakan pengantar bahasa Arab ini pun menegaskan bahwa umat Islam kian terpuruk ketika menjauh dari penerapan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah (sistem pemerintahan Islam). Mereka menyatakan bahwa Khilafah adalah sebuah kewajiban yang agung, dan berjuang untuk menegakkannya kembali adalah kewajiban yang agung pula bagi setiap Muslim
Muktamar Ulama Nasional diakhiri dengan penandatanganan secara simbolis Mitsaq al-Ulama oleh perwakilan para ulama dari berbagai daerah dan wilayah. Peserta lain, sebelumnya, telah menandatanganinya. Mitsaq itu intinya berisi 5 poin, yakni:
1. Menyadari bahwa sesungguhnya saat ini umat Islam di seluruh dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya tengah menghadapi berbagi persoalan baik di lapangan ekonomi, politik, sosial budaya maupun tsaqafah yang membuat umat Islam tidak lagi mampu menunjukkan dirinya sebagai khayru ummah.
2. Seluruh problem tersebut berpangkal pada tidak adanya kehidupan Islam di mana di dalamnya diterapkan syariah dibawah kepemimpinan seorang khalifah yang dapat melindungi umat dari berbagai serangan dan gangguan.
3. Bahwa oleh karena itu, perjuangan bagi penegakan syariah dan khilafah adalah mutlak adanya karena ini adalah jalan satu-satunya menuju terwujudnya kembali izzul Islam wal muslimin dimana seluruh problematika umat dapat diatasi dengan cara yang benar sedemikian sehingga kerahmatan Islam bagi seluruh alam dapat diujudkan secara nyata.
4. Bahwa dalam perjuangan ini para ulama sebagai pewaris para nabi (waratsatul anbiya) yang memiliki tanggungjawab yang sangat besar dalam meneruskan risalah nabiyullah Muhammad saw, semestinya mengambil peran aktif dalam membimbing dan mengarahkan umat hingga cita-cita perjuangan tersebut benar-benar dapat diujudkan.
5. Siap menjadi garda terdepan dalam perjuangan menegakkan syariah dan khilafah serta membela para pejuangnya.
Wallahu’alam Bisshowab.