CATATAN PINGGIR DARI DIES NATALIS UNLAM


APA yang saya tuliskan berikut ini hanyalah unek-unek saya mengenai universitas kita tercinta, yang telah memasuki usia -yang menurut saya sudah lebih dari dewasa- 47 tahun. Ditengah kesibukan yang begitu padat, tidak banyak memang yang bisa saya ketahui. Tapi mudah-mudahan catatan sederhana ini bisa bermanfaat.

Sebagai bagian dari civitas akademika universitas tertua di Kalimantan, kita tentu memiliki kebanggan terhadap UNLAM. Tidak sedikit prestasi yang telah dicapai. Baik oleh tenaga pengajar, mahasiswa (secara individual maupun organisasi), sampai oleh program studi ataupun jurusan yang ada di UNLAM. Bukan hanya dibidang ilmiah akademik semacam kejuaraan PKM, LKTI, LKTM, Hibah Kompetisi, dan yang sejenisnya. Mahasiswa kita juga tidak kalah kreatif dan prestatif dibidang seni, olahraga, kerohanian, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Terselenggaranya POMNAS di Kal-Sel tentu tidak lepas dari catatan prestasi olahraga mahasiswa UNLAM di level nasional. Staf pengajar di beberapa fakultas juga memiliki potensi besar dalam dunia kepenulisan. Terbukti, tulisan mereka –tentang berbagai hal- banyak bertebaran di media cetak lokal maupun nasional. Bahkan tidak sedikit yang telah berhasil menelorkan buku, sebuah prestasi yang layak diacungi jempol. Karena harus diakui, meski atmosfer akademis tidak lepas dari dunia tulis menulis, hanya segelintir warga UNLAM yang menekuninya secara serius dan sungguh-sungguh.

Sebagai wujud pengabdian terhadap masyarakat, UNLAM juga telah terlibat aktif dalam berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, via berbagai riset yang telah dan akan dilakukannya. Selain itu, beberapa tahun terakhir ini UNLAM juga membuka beberapa jurusan dan program studi baru. Hal ini akan meningkatkan daya saing UNLAM karena sebelumnya program studi/Jurusan tersebut hanya dimiliki oleh universitas terkemuka di luar Pulau Kalimantan. Keberadaan program studi/jurusan baru juga menjadi bukti bahwa Unlam memiliki respon yang baik dalam menjawab kebutuhan akan tenaga ahli yang dibutuhkan masyarakat.

Hanya saja, sebagaimana halnya seorang anak SD, nilai raportnya tidak senantiasa bagus. Kadangkala ada saja nilai merah yang didapatkannya. Dibalik megahnya gedung kuliah yang dimiliki Unlam (baik di Banjarmasin maupun di Banjarbaru), ternyata fasilitas perkuliahahan di beberapa fakultas masih terlampau "sederhana". Selain itu, metodologi mengajar yang cenderung monoton dan tidak membumi membuat mahasiswa semakin sulit memahami dengan sebenar-benarnya materi perkuliahan. Bagaimanapun, teori kadangkala tidak connect dengan fakta di lapangan. Pengetahuan yang tidak aplikatif mungkin hanya menghasilkan IPK yang tinggi. Tapi dari pengalaman penulis, tidak sedikit memang dosen yang memiliki kreatifitas sehingga mahasiswa bisa "ngeh" dengan materi yang diajarkan.
Perpustakaan kita juga masih terlalu penuh dengan buku-buku yang sudah out of date. Alhasil, kemajuan teknologi yang begitu pesat dan massif tidak diimbangi oleh ketersediaan literatur yang memadai. Arah pengembangan modernisasi kampus (misalnya dengan adanya komputerisasi dan Sistem Informasi Manajemen (SIM)) juga masih belum jelas pengembangannya. Kita juga merasakan kurangnya fasilitasi terhadap publikasi hasil penelitian dosen. Padahal, penelitian tersebut sangat penting untuk diketahui komunitas ilmiah nasional, bahkan internasional. Contohnya penelitian mengenai jenis padi panjang yang ternyata memiliki keunggulan komparatif.


Dalam beberapa waktu terakhir ini, perhatian petinggi kampus terhadap organisasi kemahasiswaan di beberapa fakultas telah mengalami degradasi. Ambisi fakultas yang ingin secepatnya meluluskan mahasiswa dengan IPK yang setinggi-tingginya, membuat mereka terkesan menghalang-halangi kegiatan yang tidak terkait langsung dengan peningkatan prestasi akademis. Padahal kegiatan kemahasiswaan merupakan sarana aktualisasi diri yang efektif bagi mahasiswa. Hal tersebut juga menunjang kemampuan akademiknya ketika ia telah terjun ke masyarakat.

Yang tidak kalah memprihatinkan adalah mengenai status Unlam ke depan. Seperti yang kita ketahui, seluruh perguruan tinggi negeri -termasuk UNLAM- secara bertahap akan berubah status menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP). Masalahnya sebenarnya bukan pada Unlam, tapi pada kebijakan pemerintah dibidang pendidikan. Adanya kebijakan seperti ini bagi sebagian besar orang tentu akan memberatkan. Dikhawatirkan, fungsi pelayanan pendidikan akan semakin tergerus karena adanya kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi. Akhirnya, banyak orang tua gigit jari karena tidak bisa melihat anaknya masuk perguruan tinggi. Kalaupun bisa, mereka harus menyiapkan pengeluaran “ekstra” di tengah sulitnya kebutuhan hidup. Hal ini berkaca dari pengalaman beberapa perguruan tinggi ternama di Pulau Jawa, yang terlebih dahulu berbentuk badan hukum.

Ada indikasi kuat, kebijakan ini merupakan “akal-akalan” pemerintah sebagai leading entity dan fihak yang paling bertanggungjawab dalam dunia pendidikan nasional. Sebenarnya permasalahan utama adalah efektifitas dan efisiensi manajemen institusi yang sebenarnya tidak terkait langsung dengan “siapa” yang mengelola, tapi “bagaimana” pengelolaan yang baik dan benar. Tidak sedikit perusahaan negara yang setelah dikelola secara mandiri mengalami kemunduran manajemen dan kerugian materi. Nilai keuntungan PAM JAYA terus mengalami defisit setelah dikelola oleh sebuah perusahaan asing. Padahal sebelumnya, mereka telah menaikkan bea tarif.

Gaya gaul mahasiswa/i juga layak mendapatkan sorotan. Saat ini, nuansa hedonis dan pragmatis begitu dominan dalam kehidupan kampus. Degradasi moral seperti ini tentunya tidak lepas dari kurikulum pendidikan nasional yang sekuleristik materialistik.

Sekali lagi, ini merupakan unek-unek pribadi dari saya. Banyak fakta yang belum saya ketahui. Tapi bagaimanapun, kita ingin agar Dies Natalis UNLAM tidak hanya sekedar perayaan seremonial. Jangan sampai raport merah tersebut hanya menjadi angin lalu, sehingga UNLAM memang pantas mendapat julukan universitas yang lambat maju. Tentu setiap kita memiliki peran untuk memajukan UNLAM. Berikanlah yang terbaik bagi almamater kita.

Selamat Dies Natalis ke – 47.

*) Pernah dipublikasikan pada rubrik Opini Harian Mata Banua, Edisi 7 Nopember 2007