Miris rasanya menatap wajah pendidikan dinegeri ini. Problem terjadi disana sini; mulai dari sarana yang tidak memadai, banyak gedung sekolah yang rusak, membengkaknya angka putus sekolah, ketidakprofesionalan para pendidik, sampai kurikulum yang gonta ganti. Disamping itu, kepribadian peserta didik yang terpecah dengan keahlian minim serta output peserta didik dengan kualitas ‘tanggung’ seakan menjadi pelengkap penderita dunia pendidikan nasional.
Sebagai negara yang memiliki lebih dari 220 juta penduduk yang tingkat partisipasi pendidikan tinggi hanya 14% dari jumlah penduduk usia 19 – 24 tahun, Indonesia ternyata menjadi incaran negara-negara eksportir jasa pendidikan dan pelatihan, Ini karena perhatian pemerintah terhadap bidang pendidikan saat ini masih rendah. Hal ini tampak dari kecilnya alokasi dari APBN untuk bidang pendidikan.
Secara umum mutu pendidikan nasional kita mulai dari sekolah dasar sampai pendidikan tinggi jauh tertinggal dari standar mutu internasional. Kedua hal tersebut sering menjadi alasan untuk meminta bantuan dari luar dengan ‘mengundang’ masuknya penyedia jasa pendidikan dan pelatihan dari luar negeri ke
Sebagai anggota WTO,
Adapun alasan pemerintah dalam meliberalisasi sektor jasa pendidikan terkait dengan upaya memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan di
Dengan wacana bahwa sentralisasi pengelolaan pendidikan nasional selama
Segudang masalah pendidikan di
Profitisasi pendidikan ini tidak lepas dari kepentingan memilik modal. Tujuannya tidak lain untuk semakin memperkokoh hegemoni sistem kapitalisme di negeri ini. Cengkeraman sistem kapitalis tidak akan mengakar ketika sistem pendidikan tidak dikapitalisasi dan diliberalisasi. Kapitalisasi dan liberalisasi dunia pendidikan merupakan rangkaian dari kapitalisasi sumber daya alam, listrik, kesehatan dan sarana publik lainnya.
Pendidikan berkualitas memang tidak murah, tetapi persoalannya siapa yang harus membayarnya, bukan berarti hal itu dibebankan kepada masyarakat. Kewajiban pemerintahlah yang seharusnya menjamin pendidikan setiap rakyatnya baik kaya ataupun miskin, dengan akses yang mudah untuk pendidikan yang bermutu. Keterbatasan dana yang dimiliki negara tidak dapat dijadikan alasan bagi pemerintah untuk “cuci tangan” dan memindahkan tanggung jawab pendidikan kepada hukum pasar.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan langkah-langkah sistematis dengan merombak semua sistem termasuk sistem pendidikan, sistem ekonomi, dan sistem lainnya menjadi sistem Islam. Dalam Islam pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen maupun infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam pendidikan disediakan secara gratis oleh Negara (Abu Yasin dalam, Strategi Pendidikan Negara Khilafah).
Mengapa demikian? Dalam sistem Islam pendidikan didasarkan pada kesadaran bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu. Allah SWT mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu dan membekali dirinya dengan berbagai ilmu yang dibutuhkannya dalam kehidupan. Atas dasar ini, Negara wajib menyediakan pendidikan bebas biaya kepada rakyatnya agar mereka bisa menjalankan kewajibannya. Negara harus bersungguh-sungguh berupaya memperoleh pendapatan Negara dengan cara mengelola secara baik perekonomian agar bisa memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya termasuk pendidikan. Sebab negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan pokok masyarakat: pendidikan, kesehatan dan keamanan. Ketiga kebutuhan tersebut dijamin secara langsung oleh negara. Maksudnya, tiga kebutuhan ini diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas negara.
Rasulullah Saw sebagai kepala negara telah menetapkan tebusan tawanan perang Badar berupa keharusan mengajar sepuluh anak kaum muslim. Selain itu terdapat Ijma’ sahabat tentang pemberian gaji kepada para guru yang dananya diambil dari kas negara. Wadhiyah bin Atha menuturkan riwayat ;”Di Madinah terdapat tiga orang guru yang mangajar anak-anak. Khalifah Umar memberikan nafkah kepada tiap-tiap mereka 15 dinar setiap bulannya.”
Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Hal ini menunjukkan bahwa masalah pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara bukan hukum pasar.
(Oleh: Afifah Ummu Hafiz; Pemerhati Pendidikan)